STAY TOGETHER

Kamis, 07 Januari 2010

Perjalanan Sejarah Kraton Kartasura


Perang Suksesi jawa Pertama

Setelah S.Amangkurat II wafat (3 Nov 1703), P.Adipati Anom mengangkat dirinya sebagai raja mengganti kedudukan ayahnya dengan gelar Sunan Amangkurat III. Karena Adipati Sindureja belum lama menjelang wafatnya sunan juga meninggal, maka oleh Amangkurat III, Tumenggung Sumabrata ditunjuk sebagai patih. Setelah Adipati Anom resmi menjadi raja, kebencian terhadap Pangeran Puger semakin tebal, sehingga perlakuan terhadap Pangeran Puger dan keluargannya kerap kali melampaui batas. Akhirnya Pangeran Puger melarikan diri ke Semarang meminta bantuan Rangga Yudhanegara yang berpihak kepada kompeni di Semarang.

Pada tanggal 7 Juli 1704 Pangeran Puger secara resmi dinobatkan sebagai raja Mataram dengan gelar Sunan Pakubuwono I oleh Belanda. Sesudah itu pecahlah perang antara Pakubuwono I melawan Amangkurat III.

Peperangan itu berlangsung selama 4 tahun. Amangkurat III terus terdesak, akhirnya harus terpaksa meninggalkan Kartasura, menggabungkan diri kepada Suropati di Jawa Timur. Dalam pertempuran di dekat Bangil, Suropati mengalami cidera akhirnya tewas. Sedang Amangkurat III akhirnya menyerah kepada kompeni (tahun 1708) selanjutnya diasingkan ke Srilanka. Setelah Pakubuwono wafat, Pangeran Adipati Anom dinobatkan sebagai raja Mataram dengan gelar Susuhunan Prabu Amangkurat. Disebabkan Susuhunan Prabu Amangkurat dalam pemerintahannya, terjadi pemberontakan yang dipimpin Pangeran Balitar. Untuk memadamkan pemberontakan itu terpaksa meminta bantuan kompeni dan banyak daerah kekuasaan yang melarikan diri, sehingga selama dalam pemerintahannya hanya menghadapi peperangan dan Sunan Prabu Amangkurat wafat tahun 1727. Penerusnya adalah Pangeran Prabayasa dengan gelar Sunan Pakubuwono II (putra ke 10).

Huru-hara Tionghoa Membawa Kehancuran Kartasura

Pada waktu itu di Batavia merupakan kota dagang yang sangat ramai, sehingga wajar apabila di Batavia banyak didatangi oleh bangsa-bangsa lain. Diantaranya adalah Cina, tetapi kedatangan Cina-cina tersebut pada umumnya bertani, sehingga pemukimannya di pinggiran kota, bagi yang hidup di kota pada umumnya penghidupannya buruh. Akibatnya orang-orang Cina yang penghidupannya miskin itu hanya membuat keresahan misalnya mencuri, merampok, dsb.

Belanda mengadakan penangkapan besar-besaran terhadap orang-orang Cina dengan alas an untuk membantu peperangan, tetapi kenyataannya hanya dibunuh dan dilempar hidup-hidup di laut. Di daerah penggilingan terdapat seorang pemimpin Cina yang cakap berpangkat Kapten bernama Cik Sia Pan Jiang (sepanjang). Yang mendengar perbuatan keji Belanda tersebut akhirnya ia menyusun kekuatan untuk melakukan pemberontakan terhadap kompeni Belanda tahun 1740. Awalnya Belanda dibuat kalang-kabut oleh kaum pemberontak, tetapi kaum pemberontak kalah persenjataan. Akhirnya mereka memohon perlindungan kepada raja Mataram di Kartasura. Tiba di Karatasura Koh Sing She yang diutus untuk menghadap raja, akhirnya disetujui oleh raja Mataram tetapi harus bersifat rahasia. Pasukan kompeni selalu terdesak dan terdesak tetapi Tumenggung Pringgalaya yang termasuk tidak setuju ketika diadakan persidangan agung, secara diam-diam memberi tahu kepada kompeni bahwa kekalahan kompeni itu Patih Natakusuma yang mengatur.

Setelah Sang Prabu menghadap Kumendur di Semarang, Adipati Natakusuma langsung ditangkap dan dibuang ke Srilanka. Mulai saat itu Sang Prabu memihak kepada kompeni dan memusuhi Cina.

Kedudukan kaum pemberontak memang sangat kuat, maka wajar apabila mempunyai rencana untuk menyerbu ke Kartasura. Setelah persiapannya matang pada tahun 1743 diadakan penyerbuan secara besar-besaran ke Kartasura. Pada saat istana diduduki kaum pemberontak, Sunan Pakubuwono II melarikan diri ke Ponorogo dan meminta bantuan kompeni Belanda untuk merebut Keraton Kartasura yang masih diduduki musuh. Akhirnya setelah menimbulkan korban yang tidak sedikit, Keraton akhirnya dapat dikuasai dan Sunan Pakubuwono II kembali ke Keraton Kartasura tahun 1744 setelah keadaan betul-betul tentram.

Tetapi Sunan Pakubowono II kurang berkenan tinggal di Keraton, karena keadaan Keraton yang rusak ibarat hanya tinggal puing-puing saja. Kemudian Sunan Pakubuwono II menyuruh Patih Pringgalaya untuk membentuk tim, guna membuat istana baru.

Atas kerja keras tim, Keraton baru yang berada di desa Sala telah selesai dan pada tanggal 17 Februari 1745 Sunan Pakubuwono II berkenan pindah ke Keraton baru yang diberi nama Surakarta Hadiningrat, dan sampai saat ini dinasti Pakubuwono menunjukkan ke XII.

1 Komentar:

Anonymous Anonim mengatakan...

ketika Pakubuwono melarikan diri ke ponorogo. apa yang dilakukan nya ????

24 September 2011 pukul 22.03  

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda